BAB 7
Mengelola Wakaf Dengan Penuh Amanah
Dunia semakin
indah, dihiasi dengan perkembangan sain dan teknologi yang semakin canggih dan
menarik. Namun masalah kehidupan semakin komplek, mulai dari kekurangan
sandang, pangan, dan papan yang mengakibatkan munculnya kemiskinan, kebodohan,
keterbelakangan, dan kekufuran. Semua berurat dan berakar dari masalah ekonomi
yang lemah. Karena miskin orang tidak bersekolah sehingga menjadi bodoh, tidak
bisa mengikuti informasi sehingga terbelakang, dan menjual aqidah sehingga
menjadi kufur.
Islam mengakui
adanya perbedaan antar manusia dalam masalah hak milik dan rezeki, karena
fitrah (ciptaan) Allah menghendaki adanya perbedaan di antara mereka. Bahkan
lebih dari itu, yaitu dalam hal kecerdasan, kecantikan, kekuatan fisik dan
seluruh pemberian dan kemampuan secara khusus, maka tidak aneh jika terjadi
perbedaan antara manusia di dalam harta dan kekayaan, dan hal-hal lainnya.
Perbedaan itu
bukan merupakan tanpa arti, akan tetapi memiliki hikmah, karena dengannya
kehidupan ini akan tegak dan teratur sagala urusannya. Meskipun Islam
menegaskan adanya prinsip perbedaan di dalam masalah rezeki, dalam kekayaan,
dan kemiskinan, tetapi jika kita kaji, maka Islam juga berupaya untuk
mendekatkan atau mengurangi sisi perbedaan antar golongan, sehingga membatasi
penyimpangan orang-orang kaya dan mengangkat martabat orang-orang fakir dalam
rangka mewujudkan tawazun (keseimbangan) dan menghilangkan sebab-sebab
pertarungan serta permusuhan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang
lainnya.
Demikian itu
karena sesungguhnya Islam membenci berputarnya kekayaan di tangan orang-orang
tertentu saja, sementara sebagian besar orang tidak memilikinya. Islam senang
kalau harta itu tidak hanya berkisar pada orang-orang kaya saja. Sistem ekonomi
Islam merupakan suatu sistem yang indah, yang membawa keseimbangan dan
keharmonisan antara kepentingan individu dan kepentingan kolektif yang membawa
misi kebersamaan agar jurang pemisah antara antara agniyah (orang kaya) tidak
terlalu jauh dengan kaum dhu’afa (orang miskin).
Ajaran Islam
mengisyaratkan untuk melakukan upaya pemberdayaa ekonomi umat yang harus
diproyeksikan untuk kesejahteraan bersama, bukan hanya untuk kepentingan
pribadi. Prinsip tersebut salah satunya bisa diaplikasikan melalui pengelolaan
wakaf yang amanah dan professional
Pondok Modern
Gontor merupakan satu dari sekian lembaga wakaf yang bisa menjadi model bagi
pengembangan lembaga pendidikan berbasis wakaf.
(sumber:
http://kua-ampekangkek.blogspot.com)
agar pahalanya
terus mengalir meskipun wakif (orang yang mengeluarkan wakaf) tersebut telah
meninggal dunia.
Duta Waqf
Fund, Marissa Haque Fawzi, mengutip sebuah studi yang dilakukan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta (2006), yang mengungkapkan jumlah
unit wakaf yang terdata mencapai hampir 363 ribu bidang tanah, dengan nilai
secara nominal diperkirakan mencapai Rp 590 trilyun! Ini setara dengan lebih
dari 67 milyar dolar AS dengan asumsi kurs Rp 9.250/dolar. “Paradigma yang
keliru tentang wakaf menjadi kendala bagi pengelolaan wakaf di Indonesia,
sehingga saat ini diperkirakan sekitar 76 persen wakaf di Indonesia tidak
dikelola dengan baik” papar Marissa Haque pada Pelatihan Kewirausahaan Pengurus
Masjid se-Jakarta, di Jakarta Islamic Center (JIC), Minggu, 28 Februari 2010.
(sumber:http://www.beritawakaf.com)
(Rumah Wakaf
Indonesia) Lembaga Rumah Wakaf Indonesia sedang mempersiapkan pembangunan rumah
bersalin gratis yang berstandar internasional. Kita biasa menyebutnya RBSK
yaitu Rumah Bersalin Sehat Keluarga.
(sumber:
http://rumahwakafindonesia.blogspot.com)
A. Mari
Mengenal Wakaf !
Banyak cara
yang dilakukan seorang Muslim untuk menyerahkan hartanya kepada seseorang atau
badan hukum (lembaga) dengan motivasi pengabdian kepada Allah SWT, diantaranya
dengan wakaf. Wakaf berasal dari bahasa Arab yang bermakna menahan (al-habs)
dan mencegah (al-man’u). Wakaf tidak boleh diwariskan, dihibahkan, dan dijual,
karena al-habs (menahan) menunjukkan makna permanen karena benda wakaf bersifat
kekal agar dapat dimanfaatkan barangnya selama-lamanya. Sedangkan wakaf menurut
istilah syar’i adalah suatu ungkapan yang mengandung penahanan harta miliknya
pada orang lain dengan cara menyerahkan suatu benda yang kekal zatnya untuk
diambil manfaatnya oleh masyarakat. Wakaf termasuk amaliah shadaqah yang belum
banyak diamalkan, sebab biasanya wakaf ini berupa harta yang disenangi seperti:
tanah, sawah, bangunan, atau mobil yang dikeluarkan dari milik perorangan untuk
diambil manfaatnya oleh salah satu lembaga sosial Islam guna mencari pahala dari
Allah SWT.
Dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah milik dijelaskan, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya berupa
tanah milik dan melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam. Menurut Jaih Mubarok dari definisi
tersebut memperlihatkan tiga hal, yaitu:
a. Wakif atau pihak yang mewakafkan secara
perorangan atau badan hukum seperti perusahaan atau organisasi kemasyarakatan;
b. Pemisahan tanah milik belum menunjukkan
pemindahan kepemilikian tanah milik yang diwakafkan;
c. Tanah wakaf digunakan untuk kepentingan ibadah
atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam.
Wakaf memiliki
dua tujuan, yaitu hubungan horizontal, yaitu mengentaskan kemiskinan dan
hubungan vertical, yaitu pendekatan pada Allah SWT.
1. Dalil-dalil
tentang wakaf adalah sebagai berikut :
a. Q.S Ali Imran (3) : 92
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu
menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan,
tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui”. (QS. Ali Imran (3) : 92 )
b. Hadits Nabi Saw.:
Artinya :
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Apabila seorang muslim
meninggal, maka amalannya terputus kecuali dari tiga perkara; sedekah jariyah,
ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.". (HR. Abu Dawud
).
Ulama telah
sepakat bahwa yang dimaksud dengan shadaqah jariyah dalam Hadits tersebut
adalah wakaf.
Artinya :
“Diriwayatkan dari Shahr Ibn Juwairiayah dari Nafi’, “Sesunguhnya Umar Ibn al
Khatthab memilki tanah yang dinamakan dengan Tsamagh yang ada kurma yang indah
sekali. Umar berkata, “ya Rasulallah saya ingin memanfaatkan hartaku yang
sangat baik, apakah saya mau menshadaqahkannya?. Nabi menjawab, “hendaklah
shadaqahkanlah asalnya yang tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan akan
tetapi hendaklah nafkahkan buahnya”. Lalu Umar menshadaqahkan di jalan Allah,
perbudakan, tamu, orang-orang miskin, ibnu sabil, dan sanak karabat. Maka tidak
berdosa bagi orang yang mengurusnya makan sekedarnya dengan jalan yang baik
atau memberi makan kepada temannya sekedarnya”. (HR. al-Bukhari)
Berdasarkan
dalil Al-Qur’an dan hadits-hadits di atas, menegaskan bahwa orang yang ingin
mendekatkan diri kepada Allah, maka sepantasnya harus memilh hartanya yang
paling baik untuk diwakafkan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Umar bin
Khattab ra.
Umat Islam
berbeda pendapat tentang awal diberlakukannya wakaf. Menurut kaum Muhajirin,
bahwa wakaf pertama kali diberlakukan pada zaman Umar ibn Khatthab dan dimulai
Nabi Saw. sendiri. Sementara menurut kaum Anshar, wakaf pertama kali dilakukan
oleh Nabi Saw., sebagaimana dalam kitab Maghazi al-Waqidi dikatakan bahwa
sedekah yang berupa wakaf dalam Islam yang pertama kali dilakukan oleh Nabi
Saw. sendiri adalah sebidang tanah untuk dibangun masjid. Dengan demikian,
dasar wakaf bukan hanya berupa ucapan Nabi (qaul al-nabi), tetapi juga praktek
Nabi Saw. sendiri (fi’il al-nabi).
Menurut
al-Qurthubi, seluruh sahabat Nabi pernah mempraktekkan wakaf di Mekkah dan
Madinah, seperti Abu Bakar, Umar bin al-Khatthab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Aisyah, Fathimah, Zubair, Amr bin Ash, dan Jabir. Menurut Imam Syafi’i
dalam qaul qadim-nya bahwa sekitar delapan puluh sahabat Nabi dari kaum Anshar
mempraktekkan sedekah muharramat yang disebut wakaf dan seluruh sahabat Nabi
melakukan wakaf serta tidak seorang pun yang tidak mengetahuinya. Dengan
demikian, wakaf memiliki dasar yang kuat mulai dari Al-Qur’an yang bersifat
global (mujmal), perkataan dan perbuatan Nabi Saw., dan perilaku sahabat Nabi
Saw.
2. Hukum Wakaf
Hukum wakaf
adalah sunnat. Wakaf sebagai amaliyah sunnah yang sangat besar manfaatnya bagi
wakif, yaitu sebagai shadaqah jariyah. Berdasarkan dalil–dalil wakaf bagi
keperluan umat, maka wakaf merupakan perbuatan yang terpuji dan sangat
dianjurkan oleh Islam.
3. Rukun dan
Syarat Wakaf
Rukun wakaf
ada empat, yaitu:
a. Orang yang berwakaf (al-wakif), dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
Memiliki secara
penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada siapa
yang ia kehendaki.
Berakal, tidak
sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
Baligh.
Mampu bertindak
secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang bangkrut
(muflis) dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
b. Benda yang diwakafkan (al-mauquf), dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
Barang yang
diwakafkan itu harus barang yang berharga.
Harta yang
diwakafkan itu harus diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui
jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah.
Harta yang
diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif).
Harta itu harus
berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga
dengan istilah ghaira shai’.
c. Orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf
‘alaihi) atau sekelompok orang/badan hukum yang disertai tugas mengurus dan
memelihara barang wakaf (nadzir). Dari segi klasifikasinya orang yang menerima
wakaf ini ada dua macam, yaitu:
Tertentu
(mu’ayyan), yaitu jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang,
dua orang, atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah.
Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan)
bahwa ia adalah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik).
Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi (non Muslim yang bersahabat) yang
memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba
sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.
Tidak tertentu
(ghaira mu’ayyan), yaitu tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara
terperinci, umpamanya seseorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dan
lain-lain. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan, yaitu bahwa
yang akan menerima wakaf itu hendaklah dapat menjadikan wakaf itu untuk
kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah dan hanya ditujukan
untuk kepentingan Islam saja.
d. Lafadz atau ikrar wakaf (sighat), dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
Ucapan itu harus
mengandung kata-kata yang menunjukkan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf
kalau ucapan dengan batas waktu tertentu.
Ucapan itu dapat direalisasikan
segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.
Ucapan itu
bersifat pasti.
Ucapan itu tidak
diikuti oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua
persyaratan di atas dapat terpenuhi, maka penguasaan atas tanah wakaf bagi
penerima wakaf adalah sah. Pewakaf (wakif) tidak dapat lagi menarik balik
kepemilikan harta itu karena telah berpindah kepada Allah SWT dan penguasaan
harta tersebut berpindah kepada orang yang menerima wakaf (nadzir). Secara umum
penerima wakaf (nadzir) dianggap pemiliknya tetapi bersifat tidak penuh (ghaira
tammah).
B. Harta Benda
Wakaf dan Pemanfaatannya
Berdasarkan hadits dan amal perbuatan para sahabat
Nabi Saw., harta wakaf itu berupa benda yang tidak habis karena dipakai dan
tidak rusak karena dimanfaatkan, baik benda bergerak ataupun benda tidak
bergerak. Sebagai contoh adalah sebagai berikut:
Umar bin Khattab
ra. mewakafkan sebidang tanah di Khaibar.
Khalid bin
Walid ra. mewakafkan pakaian perang dan kudanya.
Harta benda
wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka
panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah. Harta benda wakaf
terdiri dari benda tidak bergerak, dan benda bergerak.
1. Wakaf benda tidak bergerak, yaitu
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di
atas tanah.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan
tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Wakaf benda bergerak
a. Uang. Wakaf uang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syari’ah yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Dana wakaf berupa uang dapat
diinvestasikan pada asset-aset financial dan pada aset ril.
b. Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang
sifatnya memiliki manfaat jangka panjang.
c. Surat berharga.
d. Kendaraan.
e. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). HAKI
mencakup hak cipta, hak paten, merek, dan desain produk industri.
f. Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk
rumah.
Dalam rangka
memajukan dan mengembangkan perwakafan di indonesia keanggotaan Badan Wakaf
Indonesia (BWI) diangkat oleh Presiden Republik Indonesia sesuai dengan
Keputusan Presiden (Kepres) No.75/M tahun 2007, yang di tetapkan di Jakarta, 13
Juli 2007 sebagai amanah Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf.
C. Pengelolaan
Wakaf
1. Dasar wakaf di Indonesia
Perwakafan di Indonesia diatur dalam:
a. UU RI No.41 Tahun 2004 tentang wakaf tanggal 27
Oktober 2004.
b. Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1998 tentang
Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
c. Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1977
tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik.
e. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, khususnya pasal 5, 14 (1), dan 49, PP No. 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik.
f. Intruksi Bersama Menteri Agama RI dan Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1990 tentang Sertifikat Tanah Wakaf.
g. Badan Pertanahan Nasional No. 630.1-2782 tantang
Pelaksanaan Penyertifikatan Tanah Wakaf.
h. SK Direktorat BI No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (pasal 29 ayat 2 berbunyi: bank dapat
bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerim dana yang berasal dari
zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman
kebajikan (qard al-hasan).
i. SK Direktorat BI No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (pasal 28 berbunyi: BPRS dapat
bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman
kebajikan (qard al-hasan).
Untuk
selanjutnya di tingkat masyarakat yang menangani langsung perwakafan diserahkan
kepada Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Di tingkat paling bawah,
urusan wakaf dilayani oleh Kantor Urusan Agama yang dalam hal ini Kepala KUA
sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
2. Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah
hak miliknya diharuskan datang sendiri dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar Wakaf.
b. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih
dahulu harus menyerahkan surat-surat (sertifikat, surat keterangan, dan
lain-lain) kepada PPAIW.
c. PPAIW meneliti surat dan syarat-syaratnya dalam
memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah.
d. Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif
mengikrarkan dengan jelas, tegas, dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak
dapat menghadap PPAIW maka dapat membuat ikrar secara tertulis dengan
persetujuan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
e. PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat
dalam daftar akta ikrar wakaf dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.
3. Sertifikasi
Tanah Wakaf
Dalam praktek
di Indonesia, masih sering ditemui tanah wakaf yang tidak disertifikatkan.
Sertifikasi wakaf diperlukan demi tertib administrasi dan kepastian hak bila
terjadi sengketa atau masalah hukum. Sertifikasi tanah wakaf dilakukan secara
bersama oleh Kementerian Agama dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun
2004, kedua lembaga ini mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan
Kepala BPN No. 422 Tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses
sertifikasi tanah wakaf dibebankan kepada anggaran Kementerian Agama.
4. Ruilslag
Tanah Wakaf
Nadzir wajib
mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Ia dapat mengembangkan potensi wakaf
asalkan tidak mengurangi tujuan dan peruntukan wakaf.
Dalam
prakteknya, acapkali terjadi permintaan untuk menukar guling (ruilslag) tanah
wakaf karena alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006
memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta benda wakaf dengan syarat
harus ada persetujuan dari Menteri Agama. Kewajiban nazhir yang terutama adalah
mengamankan harta wakaf yang dikelolanya, dan memanfaatkannya. Jika didapati
harta wakaf tidak sesuai kemanfaatannya, misalnya gedung madrasah yang penduduk
sekitarnya telah pindah, sehingga harta wakaf tersebut tidak berfungsi lagi,
maka nazhir mengambil langkah untuk kemanfaatan yang lain.
Apakah harta
wakaf itu boleh dijual dan diganti serta dipindahkan ke tempat lain? Dengan
alasan kemaslahatan dan kemanfaatan, diperbolehkan mengganti bangunan gedung
wakaf. Demikian juga menggantikan tanaman wakaf dengan tanaman yang lebih
produktif juga diperbolehkan, yang hasilnya lebih bermanfaat dari yang
sebelumnya. Hal ini sesuai dengan tujuan wakaf. Adapun memindahkan harta wakaf
diperbolehkan berdasarkan alasan maslahat dan manfaat. Contohnya jika jalan
yang berjembatan wakaf tidak lagi dipergunakan, maka jembatan itu boleh
dipindahkan ke tempat lain yang memerlukannya.
Mengenai harta
wakaf yang tidak mungkin diambil manfaatnya, juga boleh dijual, kemudian
membeli benda baru yang lain sebagai pengganti. Imam Syafi’i dan yang lainnya
tidak memperbolehkan mengganti masjid atau tanah wakaf. Namun Umar bin Khattab
pernah memindahkan masjid Kufah ke tempat yang baru dan tempat yang lama
dijadikan pasar kurma.
Oleh karena
itu, perubahan atau pengalihan dari yang dimaksud dalam ikrar wakaf hanya dapat
dilakukan dalam hal-hal tertentu saja, dan terlebih dahulu mendapat persetujuan
dari pemerintah setempat dengan alasan:
Karena tidak
sesuai lagi dengan tujuan wakaf yang diikrarkan oleh wakif.
Karena
kepentingan umum.
5. Sengketa
Wakaf
Penyelesaian
sengketa wakaf pada dasarnya harus ditempuh melalui musyawarah. Apabila
mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa dapat dilakukan melalui
mediasi, arbitrase atau pengadilan.
6. Syarat,
Kewajiban, dan Hak Nazhir
Nazhir bisa
dilakukan oleh perseorangan, organisasi, atau badan hukum. Syarat nazhir
perseorangan adalah sebagai berikut:
Warga negara
Indonesia;
Beragama Islam;
Dewasa;
Amanah;
Mampu secara
jasmani dan rohani;
Tidak terhalang
melakukan perbuatan hukum.
Organisasi atau badan hukum yang bisa menjadi nazhir
harus memenuhi persyaratan, yaitu:
Pengurus
organisasi atau badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana tersebut di atas;
Organisasi atau
badan hukum itu bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan,
atau keagamaan Islam;
Badan hukum itu
dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Kewajiban atau tugas nazhir adalah sebagai berikut:
Melakukan
pengadministrasian harta benda wakaf;
Mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya;
Mengawasi dan
melindungi harta benda wakaf;
Melaporkan
pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, nazhir memiliki
hak-hak sebagai berikut:
Menerima imbalan
dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang
besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen);
Menggunakan
fasilitas dengan persetujuan Kepala Kantor Kementeria Agama Kabupaten/Kota.
7.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf
Secara makro,
wakaf diharapkan mampu mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Orang-orang
yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana umum seperti masjid, rumah
sakit, sekolah, pasar, dan lain-lain, bahkan modal untuk kepentingan pribadi
dapat diberikan, bukan dalam bentuk pinjaman, tapi murni sedekah di jalan
Allah. Kondisi demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau ia
bergerak secara teratur tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya murah.
Menurut
Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan
ketika hendak memberdayakan wakaf, pertama, manajemennya harus dalam bingkai
‘proyek yang terintegrasi’; kedua, azas kesejahteraan nadzir; dan yang ketiga,
azas transparansi dan akuntabiliti dimana badan wakaf dan lembaga yang
dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana kepada
umat dalam bentuk laporan audit keuangan termasuk kewajaran dari masing-masing
pos biaya.
Adapun prinsip-prinsip pengelolaan wakaf adalah
sebagai berikut:
a. Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai
sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah;
b. Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu;
c. Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan
sebagaimana yang diperkenankan oleh syariah;
d. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya
keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah
ditentukan oleh wakif;
e. Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya
untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
Mengelola
Wakaf dengan Penuh Amanah demi Kemajuan Umat
Salah satu
ajaran penting dalam Islam tentang hidup adalah tentang kejujuran. Jujur adalah
suatu sikap yang harus ada pada setiap orang yang beriman. Dalam QS. Al-Maidah
{5} : 8 dan QS. At-Taubah {9} : 119 Allah SWT berfirman :
Artinya:
”Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena
Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap
suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena
(adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh,
Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Maidah {5} : 8)
Artinya: ”Wahai orang-orang yang
beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang
benar”. (QS. At-Taubah {9} : 119)
Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Abu
Hurairah ra, berkata : Nabi saw bersabda : Tanda seorang munafiq itu tiga :
jika berkata-kata berdusta, jika berjanji menyalahi janji, dan jika diamanati
berkhianat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari ketiga
hal yang disebutkan hadits di atas, semuanya memerlukan kejujuran, dalam
artian, apabila berkata: harus dikatakan yang sejujurnya, apa yang kita lihat
dan rasa, harus dikatakan dengan yang terlihat dan yang dirasakan tersebut
tanpa menguranginya sedikitpun. Kemudian apabila berjanji, harus melaksanakan
apa yang telah dijanjikan, tanpa mengingkarinya sedikitpun. Kemudian apabila
diserahi amanah, harus jujur melaksanakan amanah itu, dengan melaksanakan
sepenuhnya.
Menjaga harta
wakaf merupakan salah satu bentuk perilaku jujur dalam melaksanakan amanah yang
harus dilakukan oleh nazhir. Menjaga harta wakaf dengan penuh amanah adalah
kunci
keberhasilan konsep Islam tentang pemberdayaan harta kekayaan agar tidak hanya
bergulir di antara golongan kaya saja, tetapi dirasakan pula oleh golongan
lemah. Nazlir menjadi subjek utama dalam pemberdayaan harta wakaf ini demi
terciptanya pemerataan dan kesejahteraan umat.
1) Wakaf termasuk ibadah maaliyah yang jika
pengelola dan pengurusnya amanah, maka akan membuahkan hasil yang baik bagi
kepentingan umum/agama.
2) Sah tidaknya wakaf ditentukan syarat dan
rukunnya.
3) Pelaksanaan wakaf diatur oleh berbagai peraturan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah
4) Pengelolaan wakaf tidak bersifat statis, tetapi
dinamis.
(KERJAKAN DAN KUMPULKAN)
Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c,
d atau e pada jawaban yang paling tepat !
1. Wakaf termasuk
shadaqah jariyah sebab .....
a. pahala wakaf akan tetap mengalir
kepada yang wakaf
b. orang yang sudah mati putus amal
kecuali anak sholeh
c. manfaatnya akan dirasakan oleh para
nadlir
d. dapat mengurangi kesenjangan sosial
e. dapat memacu orang lain untuk wakaf
2. Menyerahkan sebuah
rumah kepada panti asuhan anak yatim untuk keperluan kegiatan anak yatim dan
sekitarnya dengan mengharap ridla Allah SWT adalah sebagai wujud.....
a. hadiah
b. infak
c. wakaf
d. hibah
e. ikrar
3. Seorang Calon Kepala
Desa memberikan sebidang tanahnya untuk dijadikan sebuah masjid pada saat masa
kampanye pemilihan Kepala Desa di daerahnya. Mengeluarkan harta wakaf untuk
menarik simpati masyarakat agar masyarakat memilihnya sebagai Kepala Desa
hukumnya .....
a. sunnah
b. makruh
c. wajib
d. haram
e. mubah
4. Peraturan Menteri
Agama yang mengatur pelaksanaan perwakafan di Indonesia adalah .....
a. No. 1 Tahun 1974
b. No. 1 Tahun 1978
c. No. 2 Tahun 1977
d. No. 28 Tahun 1979
e. No. 29 Tahun 1977
5. Jika kita cermati QS.
Ali Imran (3): 92 bahwa semua bentuk pemberian akan dapat mencapai kebaikan
yang sempurna apabila .....
a. memberikan sesuatu yang paling
mahal harganya
b. membelanjakan sebagian harta untuk
kepentingan keluarga
c. memberikan sesuatu yang paling
disenangi.
d. menyerahkan sebidang tanah yang
tidak ada mafaatnya.
e. pemberian itu berupa infak atau
shadaqah
6. Orang yang akan
melakukan wakaf disyaratkan .....
a. laki-laki
b. tidak dipaksa
c. orang Indonesia
d. memiliki secara penuh harta itu
e. kekal zatnya.
7. Ikrar wakaf dibaca
oleh wakif dihadapan .....
a. Kepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota
b. Camat sebagai PPAT
c. Kepala KUA sebagai PPAIW
d. Kyai sebagai Ta’mir masjid
e. Masyarakat desa setempat
8. Pak Arif sehari-hari
bertugas sebagai guru di sebuah sekolah. Sementara itu di tempat tinggalnya,
Pak Arif adalah termasuk orang diserahi tugas mengurus dan memelihara barang
wakaf. Orang atau sekelompok orang yang diserahi tugas mengurus dan memelihara
barang wakaf disebut .....
a. nadlir
b. ta’mir masjid
c. kyai
d. mauquf
e. kepala desa
9. Ikrar wakaf
dinyatakan tidak sah dan tidak bisa dilanjutkan wakafnya, apabila …
a. tempatnya jauh dari yang mewakafkan
b. yang diwakafkan jumlahya sedikit
sekali
c. tidak bebas dari sengketa dan pajak
d. mengandung ta’lik dan dibatasi
waktu
e. tidak dibatasi waktu dan tempatnya
10. Berikut ini yang
berkewajiban mengajukan pendaftaran tanah wakaf kepada Bupati/Walikota, adalah…
a. kepala desa
b. camat
c. wakif sendiri
d. maukuf ‘alaih
e. PPAIW atas nama nadlir
11. Seorang ayah
memberikan sebidang sawah kepada anak-anaknya. Pemberian ini disebut ..
a. shadaqah
b. zakat
c. hadiah
d. wakaf
e. warisan
12. Di bawah ini adalah
syarat-syarat benda yang diwakafkan (al-mauquf), kecuali .....
a. barang yang berharga
b. diketahui kadarnya
c. pasti dimiliki oleh orang yang
berwakaf (wakif).
d. berdiri sendiri
e. melekat kepada harta lain
(mufarrazan)
13. Jika barang sudah
diwakafkan untuk kepentingan umat Islam, maka barang itu dilarang .....
a. disertifikatkan oleh masyarakat
b. untuk ditempati kegiatan
c. diwariskan atau dihibahkan
d. disewakan untuk kepentingan umat
Islam
e. dimanfaatkan oleh masyarakat
14. Harta yang paling
baik untuk diwakafkan adalah .....
a. harta yang sudah tidak dimanfaatkan
b. harta yang paling lama dipakai oleh
wakif
Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti SMK Kelas X 138
c. yang paling dicintai dan disukai
d. yang paling mahal harganya
e. yang tidak lagi disengketakan
15. Hak Nadlir untuk
menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang ditentukan oleh .....
a. PPAIW
b. Camat
c. Kepala Desa
d. Bupati/Walikota
e. Kepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini
!
1. Jelaskan arti wakaf menurut bahasa
dan istilah !
2. Sebutkan rukun-rukun wakaf !
3. Siapa nazhir wakaf itu ?
4. Jelaskan syarat harta yang
diwakafkan itu !
5. Buatlah laporan melalui teknik
wawancara dengan Nadzir masjid di yang ada di wilayah tempat tinggal Anda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar